Kabar tidak mengejutkan datang dari Dinas Kehutanan Provinsi yang menyampaikan
pemaparannya pada peserta Pokja BKPRD Sulawesi Tengah tentang Neraca Sumber
Daya Hutan Sulawesi Tengah Tahun 2009. Luas Hutan Sulawesi Tengah telah
menyusut dari sebelumnya berdasarkan SK Menhut No. 757/Kpts-II/1999, tanggal 23
September 1999 luas kawasan hutan Sulawesi tengah adalah 4.394.932 Ha, telah
terjadi penyusutan yang terbukti pada catatan saldo aeal (persediaan) tahun
2009 ini hanya tersisa seluas 3.779.429,49 Ha. Neraca sumber daya hutan (NSDH)
merupakan instrument tingkat pemanfaatan hutan dan pembinaan hutan sehingga
dapat berfungsi sebagai salah satu alat pengendali dalam pengelolaan SDH yang
lestari. Penambahan (aktiva) penutupan lahan kegiatan reboisasi dari tahun 2003
s/d 2007 yang dilakukan dalam kawasan Hutan Lindung pun tidak berpengaruh
signifikan dari rencana 2.410 Ha hanya terealisai 275 Ha (statistik BPDAS
Palu-Poso tahun 2007).
Kabar lain yang sekaitan dengan penyusutan kawasan hutan adalah publikasi oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Morowali pada februari 2009 lalu, yang menyebutkan bahwa Kabupaten Morowali dikategorikan daerah rawan pangan nasional. Akan tetapi penyebab utamanya tidak hanya pada aspek kesadaran petani semata, pengurangan lahan pertanian produktif akibat konsentrasi pengelolaan lahan banyak di konversi menjadi areal konsesi tambang dan perkebunan sawit juga tidak bisa dipungkiri. Jelas bahwa ancaman dari sektor pertambangan dan perkebunan sawit ini adalah pengurangan lahan, penyempitan basis produksi,serta perubahan pola dan basis produksi masyarakat disekitar wilayah ekspansinya.
Kabar lain yang sekaitan dengan penyusutan kawasan hutan adalah publikasi oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Morowali pada februari 2009 lalu, yang menyebutkan bahwa Kabupaten Morowali dikategorikan daerah rawan pangan nasional. Akan tetapi penyebab utamanya tidak hanya pada aspek kesadaran petani semata, pengurangan lahan pertanian produktif akibat konsentrasi pengelolaan lahan banyak di konversi menjadi areal konsesi tambang dan perkebunan sawit juga tidak bisa dipungkiri. Jelas bahwa ancaman dari sektor pertambangan dan perkebunan sawit ini adalah pengurangan lahan, penyempitan basis produksi,serta perubahan pola dan basis produksi masyarakat disekitar wilayah ekspansinya.
Tidak hanya itu saja, dampak pertambangan dan perkebunan sawit menjadikan masalah gagal panen sesuatu yang tak terhindarkan, sejumlah daerah lumbung padi di Sulawesi Tengah mengalami hal ini. Sebut saja Poso, Parigi-Moutong, Sigi Biromaru, Donggala dan Tojo Una-una. Sejumlah petani di Kabupaten Sigi mengeluh karena hasil pertanian mereka gagal panen, menurut petani gagal panen kali ini disebabkan iklim cuaca yang tidak menentu serta jadwal tanam yang dikeluarkan Dinas Pertanian tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.
Tak berbeda jauh halnya dengan Kabupaten Poso. Selama 6 bulan debit air sungai berkurang akibat penghisapan air dengan menggunkan pipa besar dan menggunakan mesin alcon. Penghisapan dilakukan setiap hari pada jam 7 pagi, jam 3 sore dan jam 8 malam. Mengakibatkan 15 Ha milik 19 kk yang merupakan petani sawah tidak bisa lagi menanam padi sejak pemasangan alcon. Bulan selanjutnya yang rencananya akan ditanami sudah tidak bisa lagi diakibatkan kekurangan air untuk pengairan air di sawah. Yang diakibatkan karena muism panas, dan mesin alcon yang dipakai PT. SJA 2 untuk penghisapan air guna pemeliharaan pembibitan sawit. Pemasangan pipa air di sungai tempat pengairan sawah dengan memakai alcon tanpa ada sosialisasi dari masyarakat desa Tiwaa. Dengan akan dibukanya lahan seluas 500 Ha akan berdampak daerah meraka sering terkena banjir. Karena adanya penebangan besar, belum lagi kalau musim kemarau, sawah masyarakat setempat akan kekurangan air. Kebanyakan sawah masyarakat sekarang rusak dan gagal untuk dipanen karena terkena banjir. Belum lagi bendungan sungai Sausu rusak karena sering banjir, berpengaruh terhadap pembangian air ke sawah. Menurutnya lagi sampai saat ini, daerah-daerah tesebut sering terkena dampak banjir akibatnya lahan sawah masyarakat banyak rusak dan gagal panen.

Hal ini terjadi sekitar tahun 2009.
Dewasa ini muncul berita
beredar adanya pencemaran air di sungai Sausu yang mengakibatkan air menjadi
keruh dan tidak steril, baik untuk mencuci, mandi, bahkan untuk memasak. Hal ini
dikarenakan eksploitasi Tambang secara terus menerus yang dilakukan masyarakat tanpa adanya
keseimbangan dan penjagaan lahan serta lingkungan. sehingga terjadi pencemaran air dan tanah yang di akibatkan oleh pembuangan
limbah kimia dari sisa proses pertambangan secara sembarangan. Padahal, dari presentase para oknum yang
mencari tambang di kawasan atas, yang merupakan warga Sausu hanya sekitar 3% -
5% saja.



Jika bukan kita yang menjaga bumi ini, lalu siapa lagi?
0 komentar:
Posting Komentar