Gaya hidup di Jepang berubah secara dramatis setelah Perang
Dunia ke-2, ketika banyak sekali orang dari daerah pindah ke kota-kota besar
untuk mencari nafkah sebagai karyawan kantoran. Dengan tumbuhnya kota-kota,
baik ukuran maupun populasinya, makin banyak orang yang pergi-pulang dari
apartemen atau rumah mereka di pinggiran kota ke tempat kerja mereka di
kawasan-kawasan pusat kota. Dulu rumah-tangga tradisional terdiri dari tiga
generasi atau lebih yang hidup di dalam satu rumah. Dewasa ini rumah-tangga perkotaan
cenderung terdiri dari orangtua dan anak-anak saja, sedangkan kakek-nenek
tinggal di tempat lain.
RUMAH
Rumah tradisional
Jepang dibuat dari kayu dan ditunjang tiang-tiang kayu. Namun dewasa ini rumah
Jepang biasanya mempunyai kamar-kamar bergaya Barat dengan lantai kayu dan
kerap dibangun dengan tiang-tiang baja. Lagi pula, makin banyak keluarga di
kawasan perkotaan tinggal di gedung-gedung apartemen baja beton yang besar.
Ada dua perbedaan besar dengan rumah Barat, yakni orang tidak
mengenakan sepatu di dalam rumah dan setidaknya ada satu ruang yang cenderung
dirancang dalam gaya Jepang, berlantaikan tatami. Orang melepaskan sepatu
begitu memasuki rumah agar lantai rumah tetap bersih. Genkan, jalan
masuk, merupakan tempat untuk melepaskan sepatu, meletakkannya, dan
mengenakannya kembali. Setelah melepaskan sepatu, orang Jepang mengenakan
sandal rumah.
Tatami adalah sejenis tikar tebal yang dibuat dari jerami,
sudah dipakai di rumah Jepang sejak sekitar 600 tahun yang lalu. Sehelai tatami
biasanya berukuran 1,91 x 0,95 meter. Ukuran ruang/kamar biasanya didasarkan
pada jumlah tatami. Lantai tatami terasa sejuk pada musim panas dan hangat pada
musim dingin, dan tetap lebih segar daripada karpet selama bulan-bulan lembab
di Jepang.